Selasa, 14 Oktober 2008

Al Quran dan IPTEK


Al Qur’an dan Iptek

Sebagian orang yang rendah pengetahuan ke Islamannya beranggapan bahwa Al Qur’an adalah sekedar kumpulan cerita-cerita kuno yang tidak mempunyai manfaat yang signifikan terhadap kehidupan modern, apalagi jika dikorelasikan dengan IPTEK saat ini.

Al Qur’an menurut mereka cukuplah dibaca untuk sekedar mendapatkan pahala bacaannya, tidak untuk digali kandungan ilmu didalamnya. Apalgi untuk menjawab permasalahan-permasalahan dunia modern dan diterapkan dalam segala aspek kehidupan, hal itu adalah sesuatu yang nonsense.

Anggapan – anggapan diatas merupaka indikasi bahwa orang tersebut tidak mau berusaha untuk membuka Al Qur’an dan menganalisis kandungan ayat-ayatnya. Oleh karenanya, anggapan tersebut sangat keliru dan bertolak belakang dengan semangat Al Qur’an itu sendiri.

Bukti-bukti di bawah ini menunjukkan yang sebaliknya:

  • Bahwa wahyu yang pertama diturunkan oleh Allah SWT kepada Nabi-Nya Muhammad SAW adalah perintah untuk membaca atau belajar ( Q.S 96 : 1-5) dan menggunakan akal, bukan perintah untuk shalat, puasa atau dzikrullah. Demikian tinggi hikmah turunnya ayat ini, menunjukkan perhatian Islam yang besar terhadap ilmu pengetahuan.
  • Bahwa Allah SWT mengangkat manusia ( Adam AS) sebagai khalifah-Nya di muka bumi dan bukan para Malaikat-Nya sebab adanya ilmu engetahuan ( Q.S. 2: 31-32). Dengan kelebihan ilmu pengetahuan itu, Allah SWT memliakan Adam AS sehingga memerintahkan malaikat-Nya untuk bersejud kepada Adam AS.
  • Manusia yang mempunyai derajat paling tinggi di sisi Allah SWT adalah manusia yang memiliki iman dan ilmu ( Q. S. 58: 11). Mengapa ? karena iman membawa manusia kepada ketinggian di akhirat ( fi akhirati khasanati ), dan ilmu membawa manusia kepada ketinggian di dunia ( fid dunya khasanah ).
  • Syarat orang yang berhak diangkat menjadi pemimpin dalam Islam ada dua hal, yaitu: ilmu yang tinggi dan fisik yang sehat ( Q.S. 2: 247). Ini menunjukkan betapa tinggi penghargaan Islam kepada nilai-nilai Ilmu dan nilai-nilai kesehatan.
  • Bahkan Allah SWT melarang manusia untuk melakukan suatu pekerjaan atau perbatan tanpa memiliki ilmunya ( Q.S. 17 : 36 ). Artinya, bahwa Islam sangat menghargai spesialisasi dalam berbagai bidang ilmu dan menganjurkan uamatnya untuk menjadi seorang yang profesional sesuai dengan bidang keilmuan masing-masing ( menjadi expert dalam bidangnya ).

Kemunduran Umat Islam
Sejarh menunjukkan bahwa pada masa kaum muslimin mempelajari dan melaksanakan ajaran agamanya dengan benar, maka mereka memimpin dunia dengan pakar-pakar yang menguasai dalam disiplin ilmunya masing-masing sehingga Barat pun velajar dari mereka. Baru dimasa kaum muslimin meninggalkan ajaran agamanya, tergiur dengan kenikmatan duniawi, dan berpaling ke Barat, Allah SWT merendahkan dan menghinakan mereka.

Sesungguhnya Rasulullah SAW telah memperingtkan umatnya akan hal ini, sabagaimana dalam hadistnya:
kelak akan datang suatu masa diman kalian akan menjadi seperti makanan diatas piring yang dihadapi oleh oarng-orang yang kelaparan. Maka para sahabatnya bertanya,”Apakah karena jumlah kita sedikit, ya Rasulullah? Jawab Nabi SAW,”bahkan jumlah kalian sangat banyak. Tetapi kalian terkena penyakit “wahn”! Tanya para sahabat,” Apa itu “wahn” ya Rasulullah? Jawab Nabi SAW,” kalian cinta dunia dan takut mati”.

Sistem Penurunan Ilmu

Adapun sistem penurunan ilmu dari Allah SWT kepada manusia secara singkat dapat digambarkan dalam bagan sebagai berikut:




Sumber-sumber ilmu pengetahuan dalam Islam

Setelah kita mengetahi betapa tinggiperhatian Islam terhadapilmu pengetahuan dan betapa Allah SWT mewajibkan kepada kaum muslimin untuk belajar dan terus belajar, maka Islam pun mengatur dan menggariskan kepada umatnya agar mereka menjadi umat yang terbaik ( dalam ilmu pengetahuan dan dalam segala hal ), agar mereka tidak salah dan tersesat, dengan memberikan bingkai sumber-sumber pengetahuan berdasarkan urutan kebenarannya sebagai berikut:

* Al Qur’an dan As Sunnah

Allah SWT telah memerintahkan hamba-Nya untuk menjadikan AL Qur’an dan As Sunnah sebagai sumber pertama ilmu pengetahuan. Hal ini dikarenakan langsung dari sisi Allah SWT dan dalam pengawasan-Nya, sehingga terjaga dari kesalahan, dan terbebas dari segala vested interest apapun. Kewajiban mengambil ilmu dari keduanyadisampaikan Allah SWT melalui berbagai perintah ntuk memikirkan ayat-ayat-Nya ( Q.S. 12: 1-3) dan menjadikan Nabi SAW sebagai pemimpin dalam segala hal ( Q.S. 33:21 )

* Alam Semesta

Allah SWT telah memerintahkan manusia untuk memikirkan alam semesta ( Q.S. 3:190-192), dan mengambil berbagai hukum serta manfaat darinya.beberapa ayat yang telah dibuktikan oleh pengetahuan modern seperti:

v Ayat tetang asal mula alam semesta dari kabut atau nebula (Q.S 41; 11)

v Ayat tentang urutan penciptaan (Q.S 79:28-30): kegelapan (nebula dari kumpulan H dan He yang bergerak pelan ). Adanya sumber cahaya akibat medan magnetic yang menghasilkan panas radiasi termonuklir (bintang dan matahari) pembakaran atom H menjadi He lalu menjadi C lalu menjadi O baru terbentuk benda padat dan logam seperti planet (bumi) panas turun menimbulkan kondensasi baru membentuk air baru mengakibatkan adanya kehidupan (tumbuhan)

v Ayat bahwa bintang-bintang merupakan sumber panas yang tinggi (Q.S 86:3), matahari sebagai contoh tingkat panasnya mencapai 6000 derajat Celsius.

v Ayat tentang ekspansi kosmos (Q.S 51: 47)

v Ayat bahwa planet berada pada system tata surya terdekat (sama’ad dunya) (Q.S 37: 6)

v Ayat membedakan antara palanet sebagai pemantul cahaya (nur kaukab) dengan matahari sebagai sumber cahaya (siraj) (Q.S 71;16)

v Ayat tentang gaya tari antar planet (Q.S 36:40)

v Ayat bahwa bumi ini bulat (kawwara-yukawwiru) dan melakukan rotasi (Q.S 39:5)

v Ayat tentang tekanan udara rendah di angkasa (Q.S 6:125)

v Ayat tentang akan sampainya manusia (astronaut) ke ruang angkasa (in bedakan dengan lau) dengan ilmu pengetahuan(sulthan) (Q.S 55:33)

v Ayat tentang jenis-jenis awan, proses tentang penciptaan hujan dan salju (Q.S 24:43)

v Ayat tentang awal kehidupan dari air (Q.S 21:30)

v Ayat tentang angin sebagai mediasi dalam proses penyerbukan (pollen) tumbuhan (Q.S 15:22)

v Ayat bahwa pada tumbuhan terdapat pasangan bunga jantan (etamine) dan bunga betina (ovules) yang menghasilkan perkawinan (Q.S 13:3)

v Ayat tentang proses terjadinya Air Susu Ibu (ASI) (farst), lalu diserap oleh darah (dam), lalu ke kelenjar air susu (Q.S 15:66). Perlu dicatat bahwa system peredaran darah baru ditemukan oleh Harvey 10 abad setelah wafatnya Muhammad SAW.

v Ayat tentang penciptaan manusia dari air mani yang merupakan campuran (Q.S 76;2).Mani merupakan campuran dari 4 tahapan testicules (membuat spermatozoid), vescules seminates (membuat cairan yang bersama mani), prostrate (pemberi warna dan bau), cooper dan mary (pemberi cairan yang melekat dan lender).

v Ayat bahwa zyangote dikokohkan tempatnya dalam rahim (Q.S 22:5), dengan tumbuhnya villis yang seperti akar yang menempel pada rahim.

v Ayat tentang proses penciptaan manusia dari mani (nutfah) zygote yang melekat (‘alaqah)segumpal daging : embrio (mudghoh) dibungkus oleh tulang dalam misenhyme (‘idhama)tulang tersebut dibalut otot dan daging (lahma) (Q.S 23:14)

* Diri manusia

Allah SWT memerintahkan agar manusia memperhatikan tentang proses penciptaan, baik secara fisiologis:fisik (Q.S 86:5), maupun psikologis: jiwa manusia tersebut (Q.S 91:7-10)

* Sejarah

Allah SWT memerintahkan kepada manusia agar melihat kebenaran wahyu-Nya melalui lembar-lembar sejarah (Q.S 12:111) jika manusia masih ragu akan kebenaran wahyu-Nya, dan masih ragu akan datangnya hari pembalasan, maka perhatikanlah kaum Nuh, Hud, Shalih, Fir’aun, dan sebagainya, yang kesemuanya keberadaannya dibenarkan dalam sejarah hingga saat ini.

Pembagian Ilmu yang Wajib Dipelajari

Islam membagi ilmu yang wajib dipelajari ke dalam dua kelompok :

Ø Fardhu ‘ain, yaitu ilmu yang wajib dipelajari oleh setiap muslim tanpa kecuali, diantaranya : akidah, ibadah, tazkiyyah-nafs, akhlak dan lain-lain. JIka seorang muslim tidak mengetahui dan mempelajarinya, maka ia akan merugi. Kenapa? Hal ini dikarenakan ilmu ini harus dimiliki oleh setiap orang agar kehidupan pribadinya selamat di dunia dan akhirat, dan agar kehidupan bermasyarakat pun menjadi terjaga dan berjalan baik.

Ø Fardhu kifayah, yaitu ilmu yang hokum wajib-nya menjadi gugur jika sudah ada sebagian kelompok umat islam yang telah mempelajarinya. Dalam hal ini adalah ilmu-ilmu yang bersifat keduniawian, misal : kedokteran, ilmu tanah, tehnik bangunan, dan lain sebagainya.

Tambahan bukti-bukti bahwa Islam concern dengan IPTEK :

  1. Tentang lempeng tektonik dan Zaman Es dalam hubungannya dengan Al Quran dan Al Hadist, ayatnya

" Katakanlah (Muhammad ); berjalan di atas bumi dan lihatlah bagaimana Allah mulai menciptakan...." ( Q>S 29:20 )

Pernyataan ini memerintahkan kita untuk melakukan perjalanan di atas muka bumi, melakukan observasi "lihat" selama perjalanan itu, dan menuliskan pengamatan ini, menganalisis dan memahaminya serta melihat bagaimana memulai penciptaan.

  1. “ Dialah yang menjadikan bumi sebagai hamparan bagimu dan langit sebagai atap “ ( Q.S 2:22 )

Hal-hal yang ditunjukkan oleh ayat tersebut adalah : Lapisan atas bumi atau kerak bumi wsama dengan 1 hamparan pelindung. Lapisan atas bumi adalah relative tipis terhadap bagian dalam dan sekarang diketahui bahwa ketebalan relative sama dengan kulit apel. Sama seperti hamparan yang melindungi dari kekerasan dan bahaya di bawahnya, demikian pula kerak bumi yang melindungi kehidupan dari panas di dalam bumi.

  1. Ayat-ayat tentang sarang lebah adalah menunjukkan tentang keajaiban ilmiah. Diantaranya :

“ Dan kami menurunkan air yang banyak manfaatnya dari langit ….” (Q>S 50:9 )

4. Beri saya madu karena Allah SWT telah berfirman :

“ Di dalamnya terdapat kesembuhan untuk manusia…” ( Q.S 16:69 )

  1. Ayat tentang kunci kegaiban dan kandungan Prematur diantarnya

“ Allah sesungguhnya memiliki pengetahuan tentang hari kiamat, menurunkan hujan dan mengetahui apa yang ada di dalam rahim…” ( Q.S 31:34 )

Posisi AIK dalam Sistem penurunan Ilmu

Kitab Suci Islam memberikan petunjuk kepada manusia dan pada saat yang sama mendorong manusia mencapai kebahagiaan dan kesejahteraan di dunia selama hidup dan nasibnya di akhirat nanti.

“ Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bagianmu dari (kenikmatan) duniawi dan berbuat baiklah ( kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik kepadamu dan janganlah kamu berbuat kerusakan dimuka bumi….” ( Q.S 28:77 )

Jadi kalau negitu dia harus mengandung informasi dan peraturan-peraturan secara garis besar yang rinciannya ditemukan dalam Sunnah Rasul mengenai hal-hal yang berkaitan dengan akhirat, atau dalam ciptaan-Nya, dimana fenomena alam disebut dengan ayat-ayat Allah yang harus kit abaca sebagai perintah Allah.

Sebagaimana akan kita lihat, penelitian mengenai petunjuk-Nya dengan mengamati alam dan fenomena yang terjadi di alam semesta telah menyebabkan berkembangnya ilmu pengetahuan. Kita perlu mengingat ayat berikut ini untuk menyadari bahwa penciptaan ilmu pengetahuan merupakan salah satu dari kewajiban kita sebagai khalifah di atas muka bumi seperti disebutkan dalam ayat 165 surat Al An`am. Sebagai khalifah yang diberikan hak untuk mengeksploitasi lingkungan kita, tetapi pada saat yang sama mempunyai kewajiban untuk melestarikan, kita harus mempunyai pengetahuan untuk mengelolanya.


Pentingnya ( urgensi ) mempelajari mata kuliah AIK

Bagi umat islam, kesadaram akam Iman dan Takwa ( IMTAK ) dan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi ( IPTEK ) itu berkaitan erat dengan keyakinan terhadap Al Quran yang diwahyukan serta pemahaman mengenai kehidupan dan alam semesta yang diciptakan. Di dalam keduanya terkandung ketentuan-ketentuan Allah yang bersifat absolute, yang satu disebut kebenaran Qur`ani dan yang lainnya disebut kebenaran Kauni. Kebenaran Qur`aniah dan Kauniyah itu hanya dapat didekati oleh manusia melalui proses aproksimasi yang bersifat terus menerus dengan menggunakan model yang petut diteladani, yaitu sunnah Rasulullah, sehingga semakin mendekati kebenaran absolute. Karena itu upaya manusia tersebut bersifat relative, terutama melalui proses pendidikan dan pembudayaan secara berkesinambungan.

Karena itu,sangatlah penting bagi masyarakat – masyarakat muslim yang sedang membangun untuk meningkatkan kualitas SDM seutuhnya yang berkeunggulan, baik dari segi IMTAK maupun IPTEK dengan berpegang teguh pada nilai-nilai budaya bangsa masing-masing yang bercirikhas Islam. Hanya dengan bermodalkan SDM yang berkeunggulan itulah masyarakat Islam dapat diharapkan mampu berperan di garis depan dalam upaya mengembangkan IPTEK pada abad mendatang.



ISLAM SEBAGAI PILIHAN HIDUP

Overview

Banyak orang yang memilih Islam karena merasa lebih rasional dan lebih cocok dengan hati nuraninya, tetapi tidak sedikit pula yang memilih Islam karena terpaksa, tidak ada pilihan lain, “ikut-ikutan” pada pilihan orang tua yang sudah masuk Islam lebih dulu. Walaupun mengikuti tradisi – asal tradisi yang baik – juga baik, namun karena Allah sudah memberikan potensi akal dan nurani kepada manusia, maka akan lebih baik jika potensi tersebut disyukuri dengan cara memaksimalkan penggunaannya sesuai keinginan

Sang Maha Pemberi dan Pengatur, yakni Allah SWT.

Pada bab ini akan dipaparkan mengapa Islam harus dijadikan sebagai pilihan hidup. Namun untuk lebih menyegarkan kembali pemahaman kita tentang Islam, maka akan sedikit dibahas tentang makna Islam.

Secara bahasa, Islam berasal dari kata silmun atau salamun yang berarti selamat (as-salam), damai dan tentram (al-shulhu wa al-aman), berserah diri (al-istislam), tunduk (al-khudlu/al-idzan), patuh (al-tha’ah). Jadi, Islam berarti keselamatan dan kedamaian karena berserah diri hanya kepada Allah SWT. Sedangkan Islam menurut istilah adalah Din atau agama yang bersumber dari Allah dibawa melalui para Rosul-Nya, sejak nabi pertama (Nabi Adam) hingga nabi terakhir (Nabi Muhammad) untuk kemaslahatan manusia di dunia dan diakhirat

Namun karena agama-agama samawi (langit) sudah dirubah oleh manusia sehingga tidak orisinil lagi, maka istilah “Islam” hanya ditujukan kepada apa yang dibawa oleh Nabi Muhammad SAW, yakni sesuatu yang diturunkan Allah SWT didalam Al-Qur’an dan As-Sunnah yang shahih berupa aturan yang berisi perintah, larangan dan petunjuk untuk kemaslahatan manusia di dunia maupun di akhirat kelak (lihat : Himpunan Putusan Tarjih Muhammadiyah, Kitab Masalah Lima, hlm. 278).

Bagi orang yang beriman dan berakal (berilmu), tentu ada alasan kenapa Allah sampai menegaskan : “Sesungguhkan agama di sisi Allah hanyalah Islam” (Q.S Ali Imran (3) : 19). Diantara alasan kenapa Islam satu-satunya yang dianggap sebagai “din” (agama yang benar) di sisi Allah sehingga pantas dijadikan sebagai pilihan hidup adalah sebagai berikut :

1. Islam adalah ajaran rabbaniyah (ketuhanan)

2. Islam adalah ajaran insaniayah (kemanusiaan)

3. Islam sebagai ajaran universal

Rabbaniyah

Islam yang berpedoman pada Al-Qur’an dan Sunnah Rasulillah SAW dirancang oleh Allah untuk mengatur hidup manusia demi terciptanya kemaslahatan hidup mereka di dunia maupun di akhirat. Tetapi mustahil hal ini dapat dicapai tanpa memperbaiki hubungan dengan Allah SWT karena akhirnya seluruh manusia akan kembali dan menuju kepada-Nya. Allah berfirman : “Hai manusia, sesungguhnya kamu telah bekerja dengan sungguh-sungguh menuju Tuhan-mu, maka pasti kamu akan menemui-Nya” (Q.S Al-Insyiqaq (84) : 6).

Untuk menuju kepada Allah SWT maka manhaj (metode) yang digunakan haruslah manhaj Rabbani (metode ketuhanan) yang murni bersumber dari Allah yang dirisalahkan kepada Rasul-Nya yang terakhir yakni Nabi Muhammad SAW. Murni yang dimaksud di sini adalah ajaran Islam selamat dari penyimpangan dan percampur adukan dengan spekulasi-spekulasi pemikiran manusia, yakni murni sumbernya, murni aqidah-nya (theologi), dan murni syariat-nya (hukum-hukumnya). Allah sendiri menjamin kemurnian sumber ajarannya, seperti yang tertuang dalam firman-Nya : “Sesungguhnya Kami-lah yang menurunkan Al-Dziki( yakni Al-Qur’an) dan sesungguhnya Kami benar-benar menjaganya” (Q.S Al Hijr (15) : 19).

Hanya Al-Qur’an satu-satunya Kitab Suci dari Allah yang masih terpelihara dari perubahan akbat “ulah jahil” manusia. Kesucian Al-Qur’an dapat terjaga karena memang ada jaminan penjagaan dari Allah. Siapapun - termasuk Nabi sekalipun - tidak mempunyai wewenang dan kemampuan membuat Al-Qur’an. Allah SWT mengancam Nabi jika berani memalsukan Al-Qur’an, seperti dalam firman-Nya :”Ia adalah wahyu yang diturunkan dari Tuhan semesta alam Seandainya dia (Muhammad) mengada-adakan sebagian perkataan atas (nama) Kami, niscaya benar-benar Kami pegang dia pada tangan kanannya. Kemudian benar-benar Kami potong urat tali jantungnya”(Q.S Al-Haqqah (69) : 43-46).

Insaniyah

Jika kita merenungkan ayat-ayat yang terdapat dalam Al-Qur’an, memikirkan tema-temanya dan fokus perhatiannya, maka kita akan berkesinpulan bahwa Al-Qur’an itu memang diturunkan sebagai pedoman hidup untuk manusia. Itulah sebabnya penyebutan manusia di dalam Al-Qur’an disebut berulang kali dengan berbagai istilah seperti : al-Insan sebanyak 63 kali, al-Nas sebanyak 240 kali, Bani Adam sebanyak 6 kali dan basyar sebanyak 25 kali. Dalam ayat Al-Qur’an yang pertama kali turun saja (Q.S Al-‘Alaq (96) : 1-5) kata al-Insan disebut 2 kali.

Selain itu, sosok nabi yang dikirimkan Allah sebagai teladan dan pemberi kabar untuk umat manusia dari kalangan manusia juga. Perjalanan hidupnya (biografinya) tercatat dalam sejarah umat manusia, yang menunjukan keberadaannya tak terbantahkan oleh sejarah. Dalam banyak kesempatan, Al-Qur’an selalu memperkuat kemanusiaan Nabi Muhammad SAW, seperti firman Allah SWT : “Katakanlah : “Sesungguhnya aku ini hanya seorang manusia seperti kamu, yang diwahyukan kepadaku : “Bahwa sesungguhnya Tuhan kamu itu adalah Tuhan Yang Maha Esa …” (Q.S Al Kahfi (18) : 110).

Karena Nabi Muhammad SAW juga manusia biasa, maka pantaslah beliau menjadi teladan bagi semua manusia (Q.S Al Ahzab (33) : 21).

Hal yang lain adalah rangkaian ibadah mahdhah (ibadah yang tata aturannya sudah ditetapkan sedemikian rupa) yang seakan-akan hanya berhubungan langsung dengan Tuhan, ternyata selalu dikaitkan dengan perhatian terhadap aspek kemanusiaan dan sosial kemasyarakatan. Hal ini bisa kita lihat pada kewajiban shalat yang dikaitkan dengan pencegahan terhadap perbuatan keji dan munkar (lihat Q.S Al-Ankabut (29) : 45), atau kecelakaan bagi orang yang shalat tetapi hanya sekedar formalitas belaka dan enggan memberkan bantuan (lihat Q.S A Ma’un (107) : 4-7). Demikian pula kewajiban menunaikan zakat/shadaqah yang disamping bertujuan untuk penyucian jiwa dan harta juga sekaligus untuk menggembirakan orang lain dengan membebaskan /meringankan penderitaan orang lain dari himpitan kefakiran. Ibadah puasa dan haji pun disamping berdimensi ketuhanan (rabbaniyah) juga sekaligus berdimensi kemanusiaan (insaniyah).

Ini menunjukan bahwa Islam yang bersumberkan dari Al-Qur’an dan as-Sunnah benar-benar ditujukan untuk manusia sehingga ajarannya pun disesuaikan dengan fitrah (kodrat dasar) dan kemampuan manusia. Karena Allah Maha Pencipta dan Maha Mengetahui detail keadaan ciptaan-Nya, sehingga din al-Islam sebagai syariat/aturan Allah untuk manusia disesuaikan dengan keadan hamba-Nya, seperti dalam firman Allah : “Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya” (Q.S Al Baqarah (2) : 286).

Islam mengakui adanya nafsu sex yang dimiliki manusia tetapi bukan untuk dikekang seperti para romo/pastur dan biksu yang tidak menikah, seperti firman Allah SWT : “….dan mereka mengada-adakan rahbaniyah (tidak menikah)” (Q.S Al Hadid (57) : 27) dan bukan pula untuk diumbar secara bebas seperti kaum hedonis. Tetapi nafsu haruslah dikuasai agar bisa dikendalikan dan disalurkan di tempat yang dibenarkan syar’i (ketentuan islam), dan bukan sebaliknya, nafsulah yang mengendalikan kita.

Sebagai agama fitrah, Islam pun menyadari bahwa sebagian manusia menyenangi pada perhiasan dan membolehkan untuk dimanfaatkan selama proposional dan tidak berlebihan dalam timbangan agama (lihat Q.S Al-A’raf (7) : 31-32).

Hak Asasi Manusia (HAM)

Sebelum dunia mengenal adanya Hak Asasi Manusia, 14 abad yang silam, Islam datang dengan mendeklarasikan bahwa manusia mempunyai hak yang harus dijaga, sebagaimana dia mengemban kewajiban yang harus dilaksanakan (lihat juga inti Piagam Madinah). Diantara hak tersebut antara lain :

a. Hak hidup manusia

Islam memandang hidup sebagai karunia dari Allah SWT dimana tidak ada seorang pun yang boleh merampasnya. Seorang tuan tidak boleh merampas hak hidup budaknya, pemerintah tidak boleh merampas hak hidup rakyatnya, dan orang tua tidak boleh merampas hak hidup anaknya. Oleh karenanya, Allah melarang membunuh anak wanita karena malu (lihat Q.S At-Takwir (81) : 8-9) dan membunuh anak karena takut miskin (Q.S Al Isra’ (17) : 31)

Dalam hak hidup, Islam tidak membedakan antara orang yang merdeka atau budak, bahkan sampai pada janin yang masih ada dalam kandungan mempunyai hak untuk dihormati, tidak boleh digugurkan, meskipun ia dari hasil hubungan perbuatan yang haram. Dalam rangka menjaga kelangsungan hidup umat manusia, Islam mensyariatkan hukum qishash bagi orang yang membunuh secara sengaja, tanpa alasan dan prosedur yang benar. Firman Allah : “Dan dalam qishash itu ada jaminan (jaminan kelangsungan) hidup bagimu, hai oarang-orang yang berakal, supaya kamu bertakwa” (Q.S Al Baqarah (2) : 179).

Disini Islam lebih memilih mengorbankan seseorang yang memang bersalah (karena membunuh) agar orang banyak bisa merasa lebih aman karena terlindungi hak hidupnya dan agar mereka bisa mengambil pelajaran supaya tidak gampang merasa hak hidup orang lain.

Penghormatan terhadap hak hidup setiap insan lebih dipertegas lagi oleh Allah dengan firman-Nya : “… barangsiapa yang membunuh seorang manusia, bukan karena orang itu (membunuh) orang lain, atau bukan karena membuat kerusakan di muka bumi, maka seakan-akan dia telah membunuh manusia seluruhnya. Dan barangsiapa yang memelihara kehidupan seorang manusia, maka seolah-olah dia telah memelihara kehidupan manusia semuanya” Q.S Al-Maidah (5) : 32).

b. Hak meyakini sebuah agama dan melaksanakan ibadah sesuai dengan agama yang diyakininya

Meskipun Islam diyakini sebagai satu-satunya din yang paling benar dan diridhai oleh Allah SWT, namun dalam menyampaikan Islam tidak boleh dengan pemaksaan, seperti firman Allah SWT : “Tidak ada paksaan untuk (memasuki) agama (Islam)…”(Q.S Al-Baqarah (2) : 256). Oleh karenanya, keyakinan pada suatu agama dan pelaksanaan ritual keagamaannya kembali harus berjalan sendiri-sendiri tanpa ada tekanan dari pihak manapun, seperti firman Allah : “Bagimu agamamu, bagiku agamaku” (Q.S Al-Kafirun (109) : 6). Bahkan jika umat Islam mayoritas dan berkuasa di suatu wilayah maka mereka diwajibkan memberikan perlindungan kepada pelaksanaan ibadah agama lain. Hal ini didasarkan pada firman Allah SWT : “…Dan sekiranya Allah tidak mencegah sebagian manusia kepada sebagian lainnya, maka runtuhlah biara-biara, gereja-gereja, sinagong-sinagong dan tempat peribadatan lainnya yang di dalamnya banyak disebutkan nama Allah…” (Q.S Al-Hajj (22) : 40).

Hal inilah yang kemudian mengilhami munculnya Piagam Madinah yang disusun oleh Nabi Muhammad SAW bersama para sahabatnya yang berisi deklarasi Hak Asasi Manusia (HAM). Inti Piagam Madinah tersebut adalah bahwa masing-masing merdeka mengerjakan agamanya dan tidak boleh saling mengganggu, dan wajib saling menjaga dan membantu keamanan antara mereka.

c. Hak kemuliaan dan penjagaan kehormatan

Islam mengharamkan menginjak-injak kehormatan manusia sebagaimana mengharamkan darah dan harta bendanya. Kata Nabi SAW :”Sesungguhnya Allah telah mengharamkan kepada kalian, darah, kehormatan dan harta kalian” (HR. Bukhari Muslim).

Untuk itu, manusia tidak boleh disakiti baik secara fisik maupun non fisik, misalnya dengan mempermalukan/merendahkan harga dirinya, mengumpat, mencela, memberikan gelar yang jelek, ghibah (menggunjing/gosip) dan semacamnya (Q.S Al-Hujurat (49) : 11-12).

d. Hak hidup berkecukupan

Di dalam ajaran Islam, jika ada orang yang pendapatannya tidak memadai, maka kerabat-kerabatnyalah yang berkecukupan yang paling berkewajiban membantunya. Allah berfirman : “Orang-orang yang mempunyai hubungan kerabat itu sebagiannya lebih berhak terhadap sesamanya (daripada yang kerabat) di dalam kitab Allah” (Q.S Al-Anfal (7) : 75).

Jika tidak ada kerabat yang berkecukupan, maka harus diambilkan dari zakat kaum muslimin yang lain, sampai tercukupinya kebutuhan hidupnya. Kata sahabat Umar r.a : “Jika Anda memberi, maka cukupkanlah”

Syumul

Islam itu universal (syumul) yang meliputi semua zaman, kehidupan dan eksistensi manusia.

Islam adalah risalah semua zaman. Islam adalah risalah yang dibawa para nabi sejak Nabi Adam a.s sampai nabi terakhir yakni Nabi Muhammad SAW, yang misinya adalah menyerukan kepada tauhidullah (menyembah/mengabdi kepada Allah) dan menjauhi thagut. Allah SWT berfirman : “Dan sesungguhnya Kami telah mengutus rasul pada tiap-tiap umat (untuk menyerukan) : “Sembahlah Allah (saja), dan jauhilah thagut itu” (Q.S An-Nahl (13) : 36).

Demikian juga firman Allah : “Dan Kami tidak mengutus rasul sebelum kamu, melainkan Kami wahyukan kepadanya : “Bahwasanya tidak ada Tuhan (yang hak) melainkan Aku, maka sembahlah olehmu sekalian akan Aku (Q.S An-Anbiya (21) :25).

Pernyataan para Nabi bahwa mereka semua muslim bisa dilihat antara lain dalam Q.S Yunus (10) : 72, Q.S Al-Baqarah (2) : 128 dan 132, Q.S Yusuf (12) : 101, Q.S Al-A’raf (7) : 126, Q.S An-Naml (16) : 31, Q.S Ali Imran (3) : 52, dan lain sebagainya.

Islam adalah risalah bagi seluruh alam semesta (rahmatan lil ‘alamin). Firman Allah SWT : “Dan tiadalah Kami mengutus kamu, melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam. Katakanlah : “Sesungguhnya yang diwahyukan kepadaku adalah : “Bahwasanya Tuhanmu adalah Tuhan Yang Esa, maka tidakkah kamu berserah diri (kepada-Nya) (Q.S Al-Anbiya (21) : 107-108).

Demikian juga firman Allah SWT : “Katakanlah : “Hai manusia sesungguhnya aku (Muhammad) adalah utusan Allah kepadamu semua (Q.S Al-A’raf (7) : 128).

Dan kami tidak mengutus kamu (Muhammad, melainkan kepada umat manusia seluruhnya sebagai pembawa berita gembira dan sebagai pemberi peringatan … (Q.S Saba’ (34) : 28). Bahkan dalam Q.S Al-Furqan (25) : 1 dan Q.S Shad (38) : 87 dikatakan bahwa Al-Qur’an sebagai peringatan bagi seluruh alam semesta.

Islam adalah agama dalam seluruh fase dan sektor kehidupan. Islam mengatur seluruh fase kehidupan manusia dari semenjak sebelum dia belum lahir, masa bayi, kanak-kanak, remaja, tua, bahkan sampai setelah dia meninggal dunia. Tidak ada jenjang kehidupan yang berlalu begitu saja, kecuali Islam mempunyai bimbingan, arahan dan ketentuan di dalamnya. Demikian pula Islam merupakan risalah bagi manusia pada seluruh sektor kehidupan dan segala aktifitas kemanusiaannya, baik yang bersifat material ataupun spiritual, individu ataupun sosial, dan gagasan ataupun operasional. Islam menolak pemisahan kehidupan menjadi dua bagian (dikotomi). Konsep dikotomi ini awalnya berasal dari tokoh-tokoh Nasrani yang menyandarkan statemennya kepada Injil mereka, “Berikanlah apa yang menjadi hak milik kaisar kepada kaisar, dan berikanlah apa yang menjadi hak milik Allah kepada Allah”. Penolakan Islam terhadap pemisahan ini didasarkan pada argumentasi bahwa Islam menjadikan seluruh alam semesta beserta isinya adalah mutlak milik Allah SWT. Allah SWT berfirman : “Ingatlah, sesungguhnya kepunyaan Allah semua yang ada di langit dan semua yang ada di bumi … (Q.S Yunus (10) : 66). Dan juga : “…padahal kepada-Nya lah berserah diri segala apa yang ada dan di bumi, baik dengan suka maupun terpaksa dan hanya kepada Allah-lah mereka dikembalikan (Q.S Ali Imran (3) : 83).

Oleh karenanya, Islam tidak memisahkan persoalan politik, negara, ekonomi dengan sisten akhlak Islam.

Oleh karena Islam yang dibawa oleh Nabi Muhammad SAW, diturunkan untuk seluruh manusia dalam rentang waktu dan tempat (lihat Q.S Al-Anbiya (21) : 107, maka Islam secara otomatis mencakup segala aspek/bidang kehidupan, kapan pun dan di manapun. Tidak ada aspek kehidupan yang dilupakan dalam Islam. Firman Allah : “…Tiadalah Kami alpakan sesuatu pun di dalam Al-Kitab…” (Q.S Al-An’am (6) : 38).

Di sini akan dijelaskan secara singkat tentang universalitas aspek ajaran Islam :

a. Syumuliyah (universalitas) Aqidah Islam

1. Aqidah (Islamic theology) Islam bersifat universal karena mampu menjelaskan secara tuntas dan utuh terhadap seluruh masalah besar dalam persoalan kehidupan manusia, seperti masalah uluhiyah (ketuhanan), alam semesta, manusia, nubuwwah (kenabian) dan tempat kembali (akhirat).

2. Aqidah Islam bersifat universal karena tidak pernah membagi manusia di antara dua tuhan, yakni : Tuhan kebaikan dan cahaya, dengan Tuhan kejahatan dan kegelapan seperti dalam agama Majusi. Atau tidak membagi manusia diantara Allah dan setan yang dalam Injil dikenal dengan istilah “Pemimpin Alam” dan “Tuhan Kehidupan” dimana setan mempunyai kerajaan dunia sedang Allah mempunyai kerajaan langit. Dalam Islam, setan tidak mempunyai kuasa terhadap manusia kecuali kekuatan menggoda, merayu dan menyeru kepada kejahatan dan kesesatan. Pengakuan syaitan sebagaimana digambarkan Allah SWT dalam Al-Qur’an : “Sekali-kali tidak ada kekuasaan bagiku terhadapmu, melainkan (sekedar) aku menyeru kamu lalu kamu mematuhi seruanku.” (Q.S Ibrahim (14) : 22). “Sesungguhnya syaitan ini tidak ada kekuasaannya atas orang-orang yang beriman dan bertawakal kepada Tuhannya. Sesungguhnya kekuasaannya (syaitan) hanyalah atas orang-orang yang mengambilnya jadi pemimpin dan atas orang-orang yang mempersatukannya dengan Allah.” (Q.S An-Nahl (16) : 99-100).

3. Aqidah Islam bersifat universal karena ia tidak hanya disandarkan pada instink atau perasaan semata sebagaimana filsafat-filsafat ketimuran dan aliran-aliran thasawuf (Islamic mysticism) atau pada rasio akal (akal pikiran) semata sebagaimana filsafat-filsafat kemanusiaan yang menjadikan akal pikiran sebagai satu-satunya media untuk mengenal Allah atau media untuk memecahkan berbagai persoalan kehidupan, tetapi aqidah Islam disandarkan pada akal dan hati nurani secara bersamaan.

4. Aqidah Islam bersifat universal karena merupakan aqidah yang utuh, tidak mengenal pemilahan-pemilahan. Seseorang baru dikatakan seorang mu’min (orang yang beriman) bila ia mengimani Allah dan segala aspek yang datang dari-Nya. Allah SWT berfirman : “Sesungguhnya orang-orang yang kafir kepada Allah dan rasul-rasul-Nya, dan bermaksud memperbedakan antara (keimanan kepada) Allah dan rasul-rasul-Nya, dengan mengatakan : “Kami beriman kepada yang sebagian dan kami kafir terhadap sebagian (yang lain)”, serta bermaksud (dengan perkataan itu) mengambil jalan (tengah) diantara yang demikian (iman atau kafir). Merekalah orang-orang yang kafir sebenar-benarnya. Kami telah menyediakan untuk orang-orang yang kafir itu siksaan yang menghinakan. (Q.S An-Nisa’ (4) : 150-151). Dan : “…Apakah kamu beriman kepada sebagian Al-Kitab (Taurat) dan ingkar terhadap sebagian yang lain? Tiadalah balasan bagi orang yang berbuat demikian daripadamu, melainkan kenistaan dalam kehidupan dunia, dan pada hari kiamat mereka dikembalikan kepada siksa yang sangat berat… (Q.S Al Baqarah (2) : 85).

b. Syumuliyah (universalitas) Syari’at Islam

Syari’at Islam mencakup tata aturan bagi individu, keluarga, sosial kemasyarakatan, negara dan hubungan internasional.

Ibadah Islam dalam arti luas mencakup seluruh aspek keberadaan manusia. Seorang muslim tidak beribadah kepada Allah hanya dengan lisannya saja, atau anggota badannya saja, atau hatinya saja tanpa mengikutsertakan akal dan inderanya. Tetapi ia beribadat dengan semuanya ini. Dengan hatinya ia berharap dan takut, dengan lisannya dia berdzikir dan berdoa, dengan badannya ia shalat, puasa dan berjihad, dengan akalnya ia berfikir dan merenung, dan dengan inderanya ia pergunakan sesuai dengan kehendak Allah.

c. Syumuliyah (universalitas) Akhlak Islam

Akhlak Islam (Islmic etnic) menjangau seluru aspek kehidupan manusia tanpa kecuali, baki itu yang bersifat rohani maupun jasmani, intelektual atau instink, individual atau sosial, dan lain-lain.

Cakupan pembahasan akhlak Islam bisa dilihat sebagai berikut :

  1. Yang berkenan dengan individu dalam semua seginya, seperti : kebutuhan jasmani dan keterbatasannya (Q.S Al-A’raf (7) : 31), potensi akal untuk menalar kejadian sekitarnya (Q.S Yunus (10) : 101), jiwa yang mempunyai potensi suci dan kotor (Q.S Asy-Syams (91) : 9-10).
  2. Akhlak Islam yang berkaitan dengan kehidupan keluarga, seperti : hubungan antara suami-istri (Q.S An-Nisa’ (4) : 19), hubungan dan tanggung jawab antara orang tua (Q.S Al-Israa’ (17) : 31) dan anak (Q.S Al-Ahqaaf (46) : 15), hubungan antar kerabat (Q.S An-Nahl (16) : 90 dan Q.S Al-Israa’ (17) : 26).
  3. Yang berkaitan dengan kemasyarakatan dan kenegaraan, seperti : adab bertamu (Q.S An-Nur (24) : 27) dan menerima tamu (HR. Bukhari Muslim), etika melakukan transaksi jual-beli (Q.S Al-Muthaffi (83) : 1-3) atau utang-piutang (Q.S Al-Baqarah (2) : 282), politik dan pemerintahan (Q.S An-Nisa’ (4) : 58).
  4. Yang berkaitan dengan akhlak terhadap makhluk Allah yang lain, seperti akhlak terhadap hewan (Q.S Al-An’am (6) : 38), tumbuhan dan lingkungan lainnya (Q.S Ar-Rum (30) : 40).

Wasthiyyah dan tawazun

Yang dimaksud dengan moderat atau seimbang di sini adalah keseimbangan antara dua hal yang saling berhadapan, dimana salah satu dari keduanya tidak bisa berpengaruh dengan sendirinya dengan mengabaikan yang lain. Contoh dua hal yang saling berhadapan adalah antara : ruhiyyah (spiritualisme) dengan maddiyah (materialisme), fardiyyah (individu) dengan jama’iyyah (kolektif), waqi’iyah (kontektual) dengan tathawwur (perubahan).

Penciptaan alam semesta beserta isinya adalah fenomena tawazun. Allah berfirman : “ Sesungguhnya Kami menciptakan segala sesuatu dengan ukuran” (Q.S Al Qomar (54) : 49). “dan Dia telah menciptakan segala sesuatu, dan Dia menetapkan ukuran-ukurannya dengan serapi-rapinya” (Q.S Al-Furqan (25) : 2). “Kamu tidak akan melihat pada ciptaan Allah yang tidak seimbang. Maka lihatlah berulang-ulang, adakah kamu lihat sesuatu yang tidak seimbang?” (Q.S Al-mulk (67) : 3).

Al-Wasthiyyah dalam ajaran Islam. Dalam hal keyakinan Islam, adalah agama yang bukan dianut oleh kaum khufat (berlebih-lebihan dalam keyakinan dan ibadah sehingga mempercayai sesuatu tanpa dalil), dan bukan oleh kaum maddiyyin (yang mengingkari segala sesuatu yang tidak dapat terjangkau oleh indera), tetapi Islam mengajak berkeyakinan apabila keyakinan itu memiliki dalil yang pasti dan kuat (lihat Q.S Al-baqarah (2) : 111). Islam bukan dianut oleh kaum atheis (menafikkan Tuhan) dan bukan oleh kaum polytheis (meyakini banyak Tuhan), tetapi Islam mengajak beriman pada Tuhan Yang Satu (Esa), Yang Maha Agung, Tidak ada sekutu bagi-Nya, tidak beranak dan tidak diperanakkan.

Dalam ibadat dan syari’at, Islam bukanlah agama yang hanya mementingkan sisi ibadat ritual dan menjauhi hal-hal yang bersifat kebutuhan manusiawi duniawi. Contoh yang sangat jelas terdapat dalam Q.S Al-Jumu’ah (62) : 9-10 : “Hai orang-orang yang beriman, apabila diseru untuk menunaikan shalat pada hari Jum’at, maka bersegeralah kamu kepada mengingat Allah dan tinggalkanlah jual beli. Yang demikian itu lebih baik bagimu jika kamu mengetahui. Apabila telah ditunaikan shalat, maka bertebaranlah kamu di muka bumi, dan carilah karunia Allah dan ingatlah Allah banyak-banyak supaya kamu beruntung.”.

Dalam sistem akhlak, Islam bukanlah agama yang menganggap manusia seperti malaikat, yang kemudian membuat aturan yang mustahil dapat dikerjakan oleh manusia, dan bukan pula menyamakan manusia dengan binatang yang kemudian membuat aturan tanpa aturan (bebas). Tetapi Islam memandang manusia sebagai makhluk yang berakal yang memiliki potensi kebinatangan (nafsu syahwat dan instink) dan potensi kemalaikatan (spiritualitas rohani). Allah berfirman :”..dan jiwa serta penyempurnaannya (ciptaannya), maka Allah mengilhamkan kepada jiwa itu (jalan) ke-fasikan-an (kerusakan) dan ketakwaannya, sesungguhnya beruntunglah orang yang mensucikan jiwa itu, dan sesungguhnya merugilah orang-orang mengotorinya.” (Q.S Asy-Syams (91) : 7- 10).